Alhamdulillah, akhirnya mantan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon,
menghembuskan nafas terakhir pada Sabtu (11/1) waktu setempat dalam usia 85
tahun. Ia merupakan
salah satu tokoh kontroversial. Ia meninggal setelah delapan tahun tak
pernah sadarkan diri dan terus bertahan melawan penyakit (AZAB) yang
dideritanya. Berikut ini adalah sedikit ulasan mengenai riwayat kesehatan serta kekejian yang telah dilakukannya dalam memberantas rakyat Palestina.
KONDISI 'MENGERIKAN' ARIEL
SHARON SEBELUM KEMATIAN
Zeev Rotstein, direktur umum Sheba Medical Center
di Tel Hashomer, sepekan lalu sudah memperkirakan Sharon kemungkinan akan
meninggal dunia dalam beberapa hari ke depan. Kondisi medis Sharon membuat
Rotstein berkesimpulan demikian.
Kondisi kesehatan mantan perdana menteri Ariel
Sharon saat itu memang semakin memburuk. Hasil pemeriksaan laboratorium
memperlihatkan tanda-tanda infeksi darah yang parah pada Sharon.
Sharon, yang telah mengalami koma selama delapan
tahun, beberapa hari terakhir juga menderita gagal ginjal.
“Ia tak mungkin menjalani cuci darah mengingat
risiko yang bisa ditimbulkan oleh prosedur tersebut terhadap kondisi kesehatannya
yang sangat rentan,” jelas Rotstein saat itu seperti dilansir Haaretz.
Sharon sebelumnya juga telah mengalami kemerosotan fungsi sejumlah organ
penting. Rotstein mengatakan itulah yang menjadi faktor penyulit bagi upaya
perbaikan kesehatan Sharon.
“Kalau masalahnya hanya satu organ, maka akan lain
ceritanya,'' katanya.
AZAB ALLAH TERHADAP
ARIEL SHARON
Pada periode 2001-2006, siapa tak kenal Ariel Sharon? Ia adalah Perdana
Menteri Israel yang sangat “agresif”, ide dan kebijakannya dianggap mampu
memperluas Israel sekaligus melindungi kepentingan bangsa Yahudi di dunia
internasional. Yang paling memorable dari Sharon adalah Tragedi Shabra Shatila.
Ia dikenal dengan nama “Penjagal Shabra Shatila” (The Butcher of Shabra
Shatila). Peristiwa pembantaian sadis pada 16 September 1982 itu, terjadi di
kamp pengungsi Shabra Shatila. Selama dua hari, milisi Kristen diberi
keleluasaan oleh Israel (lewat komando Sharon) untuk membantai pengungsi Muslim
Palestina. Lebih dari 2000 Muslim –kebanyakan wanita dan anak-anak— tewas
mengenaskan akibat peristiwa itu.
Sharon juga bertanggung jawab pada tragedi pembantaian Qibya pada 13 Oktober
1953 di mana saat itu 96 orang Palestina tewas oleh Unit 101 yang dipimpinnya.
Karena ini pula dijuluki “Tukang Jagal dari Beirut.”
Pada Januari 2006, ia “pensiun dini”. Sharon terkena
serangan stroke dan kemudian digantikan sementara oleh Ehud Olmert. Jika bukan
karena sakit, maka warga Israel niscaya tidak akan pernah berhenti mendapuknya
sebagai pemimpin mereka. Sejak saat itu, ia koma tak sadarkan diri. Dokter
Israel mengatakan Sharon mengalami stroke haemorrhage (perdarahan otak) yang
berat. Nah, sejak saat itu, ia berada dalam kondisi mati tidak, hidup pun
tidak. Saat ini ia dirawat di Rumah Sakit Chim Sheba, dekat Tel Aviv.
Pembalasan dari Allah SWT atas segala kekejaman nya,
maka beringat2 kita sebagai hambaNya, jangan sekali2 melakukan kezaliman
terhadap insan lain….!!!!Tubuh Sharon Membusuk Sedangkan Ia Masih Hidup Semoga
Allah SWT menimpakan Azab Nya kepada seluruh Zionist Yahudi yang setuju
terhadap pembantaian Umat Islam Palestina & Lebanon.
Tubuh Sharon Membusuk
Sedangkan Ia Masih Hidup
Diberitakan bahwa para doktor
di Hospital Hadasa telah memasukkan Ariel Sharon (Mantan PM Israel) ke ruang
operasi untuk dilakukan pembedahan. Ia memiliki luka membusuk dan tidak
sedarkan diri selama beberapa minggu. Operasi tersebut dilakukan untuk
menyambung bagian-bagian ususnya yang telah membusuk dan telah menyebar ke
bagian tubuh lain. Demikianlah kita saksikan keadaan musuh islam yang gemar
menumpahkan darah.Penyumbatan yang terjadi di otaknya menyebabkan kerusakan di
sekujur tubuh. Ini sebagai akibat penindasannya terhadap umat Muhammad
Shalallahu alaihi wassalam yang beriman yang berlangsung terus menerus siang
dan malam.
Akhirnya ia menderita kelumpuhan di seluruh tubuhnya dan tidak bisa
menggerakkannya walaupun hanya menggerakkan mata. Dialah yang memimpin para
tentara untuk menyerang Sinai dan Lebanon. ia juga yang menyembelih para
tawanan Mesir. Saat ini ia tidak sedar sama sekali dan tidak mengetahui
sekelilingnya. Akhirnya Allah Subhanahu Wata’ala memperlihatkan kepada kita
keadaan thaghut yang suka menumpahkan darah ini dengan ayat-ayat Allah
Subhanahu Wata’ala yang agung, yaitu membusuknya jasad sedangkan ia masih
hidup. Demikianlah, mereka (para doktor) akan mengamputasi anggota tubuhnya
satu demi satu hingga terakhir sedangkan ia masih hidup. Benarlah firman Allah
SubhanahuWata’ala :”Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga
jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu benar “(Fushilat:53)Dipetik dari:
Majalah Qiblati, vol. 01/no. 09/Mei-Juni 2006 terbitan Jeddah, KSA. (yakinku.wordpress.com)
Selama tiga tahun, Sharon berada di rumah sakit. Sakit Sharon ini di luar
diagnosis dokter manapun. Dokter sudah menjalani berbagai operasi, namun tidak
satupun berhasil, bahkan semakin menjadi misteri. Karena waktu yang lama, dan
perawatannya menelan biaya besar, Departemen Kesehatan Israel rupanya jengkel,
dan habis kesabaran.
Mereka mengeluarkan surat pernyataan keberatan atas perawatan Ariel Sharon
kepada pemerintah Israel. “Dengan segala hormat yang wajib diberikan atas
kontribusi dari Ariel Sharon, kami tidak mengerti mengapa negara harus membayar
biaya ini.
Kami merasa harus ada penyidikan oleh otoritas Negara yang kompeten.” begitu
kira-kira bunyinya. Intinya, pihak rumah sakit benar-benar sudah muak dengan
sakitnya Sharon. Setiap tahun, pemerintah Israel mengeluarkan dana 1,5 sampai 2
juta shekel untuk mengurus Sharon.
Reaksi warga Israel pun ternyata sama dengan sikap rumah sakit. Mereka
tampaknya tidak peduli dengan nasib mantan pemimpinnya itu. Padahal selama
berpuluh tahun, Ariel Sharon merupakan pemimpin politik dan militer kebanggaan
Israel. Jasanya sebagai Perdana Menteri dan berdinas sebagai Mayor Jenderal
Angkatan Bersenjata selama 30 tahun, menguap begitu saja!
SEJARAH
PANJANG KEJAHATAN ARIEL SHARON
Sejarah
kekejaman Nazi memang tidak bisa dilupakan. Namun kita pun punya hak
untuk
sedikit mengingat kembali rekaman pesta kejahatan dan pembantaian
sangat
biadab yang pernah dilakukan Ariel Sharon terhadap warga sipil
Palestina
sejak tahun 1953.
Sharon
dilahirkan di Palestina pada tahun 1928 saat tanah suci ini berada di
bawah penjajahan
Inggris. Di dalam otaknya sudah teradopsi ide pemikiran
Zionisme
sejak kecil sehingga pada tahun 1942 dia telah bergabung dengan
geng teroris
Hagana, yang berarti dia belum genap berusia 14 tahun. Hagana
adalah
organisasi Zionis bersenjata terbesar yang melakukan banyak aksi
pembantaian
terhadap rakyat sipil Palestina dan menjadi inti militer Israel
di kemudian
hari.
Pada tahu
1953 Sharon menjabat sebagai kemandan kesatuan 101 yang dibentuk
untuk
melakukan operasi militer menerot orang-orang Palestina dan memaksa
mereka
meninggalkan kota-kota dan desa-desa mereka. Ada dua contoh sangat
terkenal
tentang aksi-aksi biadab yang dilakukan kesatuan ini. Pada Agustus
1953, Sharon
meminpin pasukannya menyerang kamp pengungsi Palestina al
Buraij di
Gaza dan membunuh tidak kurang 50 sipil Palestina. Seorang pejabat
PBB kala
itu, Mayor Jenderal Fagin Benik, menggambarkan bagaimana kesatuan
101 pimpinan
Sharon ini melontarkan bom-bom "melalui jendela-jendela gubuk
yang dihuni
para pengungsi Palestina yang ketakutan menyelamarkan diri dari
serangan dan
terjangan timah panas baik dari senjata ringan maupun
otomatis".
Pada Oktober
1953 kesatuan Sharon ini menyerbu desa Qibya, menghancurkan
rumah-rumah
dan membunuh warga sipil. Sejarawan Israel Evi Shilaim
menggambarkan
pembantaian ini dengan mengatakan, "Sharon memberikan
instruksi
membakar desa Qibya, meledakan rumah-rumah dan menghancurkannya di
atas kepala
para pemiliknya...Desa ini berubah menjadi puing-puing yang
hancur
setelah 45 rumah lumat dan 79 jiwa dibantai, sepertiga korbannya
wanita dan
anak-anak."
Pemantau PBB
menegaskan, "Warga kala itu dipaksa di bawah ancaman senjata
agar tetap
tinggal di dalam rumah mereka untuk dihancurkan di atas kepala
mereka."
Pada Oktober
1953 departemen luar negeri Amerika mengeluarkan pernyataan
yang
mengungkapkan, "kesedihan yang begitu mendalam kepada para keluarga
korban yang
dihabisi dalam penyerbuan desa Qibya." Deplu Amerika juga
mengungkapkan
keyakinanya tentang urgensinya "menghukum orang-orang yang
bertanggung
jawab dan mengambil langkah-langkah efektif untuk mencegah
terjadinya
peristiwa serupa di masa mendatang." (Majalah Departemen Luar
Negeri no.
26 Oktober tahun 1853 hal. 552)
Pada tahun
1956 ikut dalam serangan segitiga terhadap Mesir dan berpihak
kepada
Inggris dan Perancis. Sharon dan Ravavil Etan turut memberikan andil
dalam aksi
serangan ini sebagai komandan brigade payung 890 yang bertanggung
jawab atas
pembantaian sekitar 270 tawanan Mesir, yang sebagian bersarnya
adalah
pekerja jalan (sipil) berasal dari Sudan, dan mengubur mereka di
tanah padang
pasir. Belakangan peristiwa pembantaian ini dimuat dalam sebuah
artikel
berjudul "Israel Mengakui Pembantaian" yang diterbitkan Daily
Telegraph
pada 16 Agustus 1995. Dalam wawancara di televisi, purnawirawan
Jenderal
Aryi Biro menegaskan terjadinya pembantaian tersebut dan mengakui
menembaki
orang-orang sudan.
Paska perang
tahun 1967, di mana Israel menduduki tanah Palestina yang
tersisa,
Sharon menjabat sebagai komandan militer Israel di wilayah selatan
untuk
mengemban tugas pembersihan Jalur Gaza. Tugas yang dijalakan
menggunakan
tangan besi dengan melakukan pembunuhan terhadap unsur-unsur
perlawanan,
pendirian pos-pos pemeriksaan, pemblokadean dan penghancuran
rumah-rumah
Palestina untuk membuat jalan-jalan militer. Pada periode ini
Sharon
dikenal dengan julukan "Buldoser", merujuk kepada kendaraan yang
digunakan
untuk menghancurkan rumah-rumah dan lahan Palestina. Vil Rifz
menulis di
harian independent Inggris, "Pada Agustus tahun 1971 saja,
pasukan Sharon
telah menghancurkan sekitar 2000 rumah di Jalur Gaza,
mengusir 17
ribu warga Palestina menjadi pengungsi untuk kedua kalinya dalam
hidup mereka
dan menangkap ratusan pemuda Palestina yang kemudian dibuang ke
Lebanon dan
Yordania."
Pada 16
September tahun 1982, pasukan Israel mengepung kamp pengungsi Shabra
dan Shatila,
memberi peluang masuk para milisi ke kamp tersebut untuk
mendudukinya
selama 60 jam, membantai warga sipil Palestina dan Lebanon
serta
rumah-rumah mereka. Kebanyakan korban dikubur secara massal. Sementara
itu belum
diketahui jelas jumlah korban yang pasti dalam pembantaian di dua
kamp
pengungsi tersebut. Palang Merah Internasional menyebut angka 1500 jiwa
kemudian
jumlah itu bertambah belakangan menjadi 2750 jiwa.
Demi
memenuhi tekanan internasioal dan keinginannya untuk membersihkan
militernya,
Israel sengaja membentuk komisi khusus untuk melakukan
penyelilikan
atas pembantaian tersebut yang dipimpin oleh Ishak Kahana,
ketua
Mahkamah Tinggi Israel. Demi untuk menghindari tuduhan yang diarahkan
secara
langsung, komisi ini cukup mengatakan bahwa Sharon bertanggung jawab
"meremehkan
bahaya aksi-aksi dendam dan penumpahan darah yang dilakukan para
milisi
Lebanon terhjadap warga kamp pengungsi Palestina." Sharon kemudian
dicopot
setelah menolak mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri
Pertahanan
Israel pada 14 Februari 1983 dan dikeluarkan keputusan tidak
boleh
menduduki jabatan menteri pertahanan di masa mendatang.
Pada tahun
2000, Sharon melakukan kunjungan ke masjid al Aqsha dan nekad
masuk ke
dalamnya dengan dikawal tidak kurang dari 200o anggota polisi
Israel dan
pengawal pribadi. Hal ini menyulut terjadinya perlawanan sengit
dan
meletuslah intifadhah Palestina (yang kedua).
Kemenangan
Sharon pada pemilu tahun 2001 tidak bisa merealisasikan janjinya
kepada
Israel untuk menghabisi intifadhah dalam jangka waktu 100 hari, maka
digunakanlah
segala persenjataan yang mungkin untuk melenyapkan orang-orang
Palestina
yang terisolasi. Tank-tank Israel dikerahkan ke kota-kota besar
Palestina
dan menghancurkan seluruh infrastruktur yang ada di dalamnya.
Sementara
itu pesawat-pesawat tempur pembunuh menghujani kamp-kamp pengungsi
Palestina
dengan bom dan rudal serta membunuh orang-orang Palestina dari
semua usia,
menghancurkan lahan, pertanian, ribuan pohon dibongkar dan
rumah-rumah
warga sipil dihancurkan. Sementara rezim Israel melakukan
perampasan
behektar-hektar tanah pertanian untuk membangun tembok pemisah
rasial.
Personel
militer Sharon juga menjelajah kota-kota, desa-desa dan kamp-kamp
pengungsi
demi untuk membunuh para pemimpin perlawanan dan menangkap para
aktivis yang
ada di dalamnya, menghancurkan rumah-rumah warga sipil,
melakukan
pembantaian di banyak perkampungan termasuk di kamp-kamp pengungsi
di Gaza
seperti kamp pengungsi Rafah dan kota-kota utama di Tepi Barat
semisal
Nablus, Tulkarem, Jenin dan yang lainnya. Para pemukim Yahudi juga
turut andil
di dalam berbagai aksi, mereka membentuk milisi khusus turut
serta
melakukan pembunuhan orang-orang Palestina, menghancurkan rumah-rumah
dan lahan
mereka serta melumatkan tanah pertaniannya.
Sharon
berdiri menentang pernjanjian damai dengan Mesir pada tahun 1979,
menyuarakan
anti perjanjian tersebut dan menentang penarikan militer Israel
ke daerah
yang disebut zona aman di sebelah selatan Lebanon pada tahun 1985.
Pada tahun
1991, Sharon kembali menentang keikutsertaan "Israel' dalam
konferensi
perdamaian di Madrid. Knesset Israel juga menyaksikan bagaimana
Sharon
menentang kesepakatan Oslo pada tahun 1993 dan penolakannya terhadap
kesepakatan
damai dengan Yordania melalui penolakannya memberikan suara
padanya pada
tahun 1994. Pada Maret 2003 Sharon menolak inisiatif
perndamaian
dari Arab dengan mengirim tank-tank ke kota-kota Palestina demi
menambah
jumlah kehancurkan dan korban pembunuhan.
Selama
intifadhah, Sharon menolak segalan usulan politik yang diajukan
kepadanya
mulai dari usulan Mitshel dan Tenet sampai pada kesepakatan Jenewa
dan peta
jalan. Sharon justru melakukan pelanggaran masa tenang yang
disepakatannya
dan terus melakukan aksi-aksi pembunuhan terhadap para
pemimpin
perlawanan dan elemennya.
Sharon juga
memainkan peran utama dalam proyek koloni permukiman Yahudi yang
terjadi
sepanjang tahun 1977 dan 1992, periode terbesar tingkat penggusuran
terhadap
tanah Palestina dan aktivitas permukiman dalam senjata "Israel".
Sementara
dunia mengakui rencana peta jalan yang dibuat tim kuartet, Sharon
justru tidak
mau mengadopsinya bahkan memberikan 14 syarat yang kosong dari
inti peta
jalan secara menyeluruh. Sharon justru fokus kepada komitmen yang
harus
dilakukan Palestina, penarikan sepihak, pembangunan tembok pemisah
rasial,
penetapan perbatasan dari satu pihak di Tepi Barat setelah
mencabik-cabik
jalur penghubungnya.
WARGA
PALESTINA RAYAKAN KEMATIAN ARIEL SHARON
GAZA
— Kabar kematian mantan perdana menteri Israel, Ariel Sharon mendapatkan
sambutan dari warga Palestina baik yang ada di dalam negeri maupun di
pengungsian. Press TV, Iran melaporkan di Gaza dan Lebanon warga keluar
ke jalanan mebagi-bagikan manisan sebagai bentuk sukur atas sosok yang
dinilai bertanggung jawab atas penderitaan warga Palestina.
‘’Warga Palestina mengingat apa yang telah dan coba dilakukan Sharon pada warga
kami dan mimpi mereka untuk membentuk sebuah negara,’’ ujar Abu Youself seorang
anggota Senior, Abbas bagian dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) kepada
Reuters, (11/1).
Bagi sebagian warga Palestina, perdana menteri ke 11 negeri Yahudi ini dijuluki
sebagai The Butcher alias Penjagal. Ini akibat kebijakan Sharon yang telah
menelan banyak korban jiwa.
Salah satu ‘’dosa besar’’ yang selalu dikenang warga Palestina terhadap
sosok Ariel Sharon adalah pembantaian warga mereka di pengungsian Sabra dan
Shatila, Lebanon tahun 1982. Saat itu Sharon yang menjadi menteri pertahanan
bertanggung jawab atas pembantaian para pengungsi.
Belum ada data jelas mengenai jumlah korban yang jatuh baik dari warga
Palestina maupun Lebanon. Namun ditaksir lebih dari 800 orang meregang jawa dalam
serbuan keji tersebut.
‘’Walaupun pendudukan dan perang-perang dia luncurkan kepada kami, disini
dan di Lebanon dan dengan kejahatan perang di Sabra dan Shatila, Sharon
telah mangkat dan warga Palestina akan kembali ke tanah mereka,’’ imbuhnya.
(zul/jpnn)